The Action Research |
Latar Belakang Action Research
Tugas utama
guru adalah mendidik dan mengajar, sehingga dalam pelaksanaanya tidak mudah dan
banyak kendala yang menghadang. Terutama, pada saat sekarang terdapat
pluralisasi masalah yang dihadapi guru juga semakin besar. Ini berarti bahwa
variasi metode pemecahan masalah juga sangat besar. Apabila tahun enam puluhan
baru dikenal beberapa metode penelitian maka saat sekarang jumlah itu sudah
berkembang menjadi banyak. Beberapa di antaranya adalah: metode penelitian ex
post-facto, survai, evaluasi, eksperimen, kualitatif, historis, analisis
kontent, data sekunder, penelitian dan pengembangan (R & D), penelitian
sastra, penelitian filsafat, penelitian tindakan, dan penelitian tindakan
kelas. Sudah barang tentu, masing-masing metode memiliki ciri-ciri tersendiri,
sehingga peneliti harus cermat dalam hal menggunakan suatu metode tertentu. Pemilihan
metode ini harus didasarkan pada jenis masalah yang akan dipecahkan.
Selaras dengan
permasalahan kelas yang dihadapi oleh guru di setiap harinya, maka tepatlah
kiranya apabila pada kesempatan ini dikaji bersama tentang penelitian tindakan
dan penelitian tindakan kelas. Metode penelitian ini tidak hanya berkembang di
Indonesia, melainkan negara-negara maju pun juga demikian. Sebagai gambaran,
pada tahun 1994 di Australia ada proyek kemitraan antara sekolah dan universitas
yang sifatnya nasional.
Proyek
Kemitraan antara universitas dan sekolah atau The Innova-tive Link Project (ILP) ini melibatkan 14 universitas
dan 100 sekolah. Sekolah yang terlibat dalam proyek ini meliputi Sekolah Dasar
dan Sekolah Menengah, baik sekolah negeri maupun swasta. Setiap sekolah yang
terlibat mendapat bantuan dana sebesar Aus $ 5000 setiap tahun. Tujuan proyek
ini adalah meningkatkan kualitas sekolah. Oleh karenanya ada kesepakatan yang
disepakati oleh pihak sekolah dan universitas, yaitu:
1.
Masalah-masalah penelitian sebaiknya digali dari sekolah bukan dari universitas
2. Dalam mengembangkan
proses penelitian dan menginterpretasikan data sebaiknya dikembangkan prinsip-prinsip
penelitian yang kolaboratif dan demokratis
3. Penelitian
yang berorientasi pada tindakan dimaksudkan untuk meningkatkan pelaksanaan
pendidikan
4. Pelaksanaan
penelitian dan penerbitan hasil-hasil penelitian, prioritas pertama ada di
tangan sekolah
5. Publikasi
hasil penelitian yang dilakukan oleh dosen atau personil di luar sekolah harus
melibatkan sekolah
6. Masalah
yang diteliti adalah masalah-masalah yang terkait dengan sekolah dan
diidentifikasi oleh sekolah
7. Pada saat
refleksi tidak hanya dihadiri oleh guru tetapi juga harus dihadiri oleh dosen,
dan pemegang kekuasaan
8. Dosen bertanggung jawab atas mutu
penelitian yang dilakukan oleh sekolah. Untuk itu pada setiap proyek penelitian
yang dilakukan oleh sekolah harus ada dosen yang mendampinginya.
Menurut
Kemmis (dalam Kartowagiran,
2005, hlm. 3) dalam bukunya yang berjudul The Action Research Reader
(1997), action research dikenalkan pertama kali oleh Lewin di Inggris
pada tahun 1933. Metode ini berkembang terus dan menyebar ke seluruh penjuru
dunia dan dikenal di Australia baru sekitar tahun 1970-an. Pada
tahun 1984 para guru di Australia sudah diinstruksikan oleh Kepala Sekolah
untuk mereview apa yang sudah dikerjakan. Hasil review ini dirumuskan untuk
perbaikan langkah selanjutnya. Pada saat para Kepala Sekolah dan guru menyebut
langkah-langkah ini sebagai Penelitian Tindakan atau Action Research
(AR), namun menurut Mc Taggart, dkk (1997 dalam Kartowagiran, 2005, hlm. 3), hal
seperti ini tidak termasuk dalam kategori penelitian tindakan karena guru
melakukan kegiatan tersebut atas perintah Kepala Sekolah, dan guru tidak tahu
apa yang sedang mereka kerjakan.
Pengertian Action Research
Mc Taggart (dalam Kartowagiran, 2005, hlm. 4) pada kuliahnya tanggal 27 Agustus 1997 yang menyatakan
bahwa penelitian tindakan (Action Research/AR) adalah penelitian collective
self-reflective yang dilakukan oleh partisipan dalam ilmu sosial dan pendidikan
untuk memperbaiki pemahaman dan pelaksanaan pekerjaannya sendiri, dan juga
membawa dampak pada lingkungan di sekitarnya.
Mc Taggart (dalam Kartowagiran, 2005, hlm. 4) dalam artikelnya yang berjudul “Revitalizing Management
as a Scientific Activity” (The Journal for managerial and organizational
learning, Vol. 28, No. 2, June 1997) menjelaskan bahwa: action
research dapat dilakukan
oleh manager, direktur, dosen, guru, atau pekerja sosial lainnya, dan dapat
mengandung unsur-unsur; (a) memperbaiki pekerjaannya sendiri, (b) kolaboratif
dengan orang atau kelompok lainnya untuk memperbaiki pekerjaan mereka, (c)
kolaboratif dengan instansi lain secara terpisah untuk memunculkan proyek atau
mengembangkan sistem baru.
Mc Taggart (1991 dalam Kartowagiran, 2005, hlm. 4) menjelaskan bahwa Action Research (AR) merupakan
langkah-langkah nyata dalam mencari cara yang paling cocok untuk mem-perbaiki
keadaan lingkungan, dan meningkatkan pemahaman terhadap keadaan dan atau
lingkungan tersebut.
Grundy (1995 dalam Kartowagiran, 2005, hlm. 4) menjelaskan bahwa Action Research merupakan
usaha perbaikan pemahaman, cara dan kondisi yang dilakukan secara kolaboratif.
Sagor (1992 dalam Kartowagiran, 2005, hlm. 4) yang mengatakan: Action Research is conducted by people
who want to do something to improve their own situation. Untuk bidang pendidikan, Sukamto (1996
dalam Kartowagiran, 2005, hlm. 5) menjelaskan bahwa penelitian tindakan adalah sekelompok
kegiatan dalam pengembangan kurikulum, staf, sekolah, sistem dan kebijakan.
Kegiatan-kegiatan tersebut mempunyai kesamaan dalam aspek identifikasi strategi
dari suatu tindak-an terencana yang kemudian dilaksanakan, dan secara
sistematis diamati, direfleksikan dan dimodifikasi. Peserta yang sekaligus juga
client secara total terlibat dalam seluruh kegiatan tersebut.
Berdasarkan
pendapat para ahli di atas, maka dapat ditarik simpulan bahwa action
research atau penelitian
tindakan
adalah penelitian yang dilakukan secara kolaboratif oleh partisipan dalam ilmu
sosial dan pendidikan untuk memperbaiki pemahaman dan pelaksanaan pekerjaannya
sendiri, dan juga membawa dampak pada lingkungan di sekitarnya. Dalam hal ini action
research dapat digunakan di dunia pendidikan, baik di
dalam maupun di luar kelas. Sedikit berbeda dengan Classroom Action Research
(CAR) atau Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang lebih mengkhususkan penelitian
di dalam kelas dan harus dilakukan oleh guru.
Penelitian tindakan atau yang biasa disebut (action
research) merupakan salah satu jenis penelitian yang berkaitan dengan
tindakan langsung berdasarkan permasalahan yang ditemui oleh peneliti. O’Brien
dalam buku Mulyatiningsih (2013: 61) penelitian tindakan dilakukan ketika
sekelompok orang diidentifikasi permasalahannya, kemudian peneliti menetapkan
suatu tindakan untuk mengatasinya. Penelitian tindakan biasanya berhubungan dengan
penelitian di dalam kelas, penelitian tindakan kelas dilakukan oleh guru
bertindak sebagai peneliti kemudian objek yang diteliti yaitu siswa.
Zainal Arifin (2012:108) mengutip dari Hodgkinson 1988 penelitian
tindakan kelas (PTK) yang dikatakan
berhasil harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Adanya kesediaan untuk mengakui kekurangan diri.
2. PTK harus dijadikan kesempatan yang baik untuk menemukan
sesuatu yang baru.
3. Adanya motivasi dari peneliti dan kolaboratornya untuk
mengemukakan gagasan baru.
4. Adanya waktu yang cukup untuk melakukan percobaan
tindakan.
5. Adanya kepercayaan timbal balik antar orang-orang yang
terlibat.
6. Peneliti
dan kolaboratornya harus memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar proses kerja
kelompok
No comments:
Post a Comment